Kamis, 02 Mei 2013

hari bebas berkendara

Tentu semua orang sudah tidak asing lagi mengenai Car free day..,
Sebuah event yang diperingati secara internasional dalam rangka mengurangi polusi dunia, pencemaran & menggalakan gaya hidup sehat untuk menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap kendaraan bermotor.

Sejarah car free day bermula dari Asosiasi Lingkungan & Transportasi yang menetapkan pertama kalinya pada hari selasa ( +/- 17 juni ) dalam progam Minggu Transportasi Hijau mereka, yang kemudian berkembang pada tahun 2000 ditetapkan menjadi hari yang diperingati setiap tahunnya pada tanggal 22 September di Eropa. Hal ini kemudian meluas secara Internasional , dimana banyak kota-kota diseluruh dunia ikut berpartisipasi dengan menggalakan penutupan pusat-pusat kota untuk kendaraan bermotor. Pejalan kaki, sepeda, angkutan umum dan angkutan transportasi lainnya lebih dianjurkan untuk digunakan. Melalui kegiatan ini, masyarakat dapat melihat sisi lain dari kota tempat tinggal mereka dengan jumlah kendaraan bermotor yang sedikit dan hal apa saja yang diperlukan untuk mewujudkan kondisi tersebut.

Di jakarta sendiri, event car free day diadakan pertama kali pada Sepetmber 2007, dengan menutup jalan pusat kota dan mengundang pejalan kaki untuk berolah raga dan melakukan kegiatan mereka di jalan yang biasanya dipadati mobil dan kemacetan. Sepanjang jalan dari bundaran Senayan di Jalan Sudirman , Jak Sel sampai dengan tugu Selamat Datang di depan Hotel Indonesia di Jl. Thamrin , hingga Monas Jakarta dibebaskan dari kendaraan mobil.

"Jamu" Made in Indonesia

Jamu adalah produk ramuan tunggal atau campuran dari bahan alam yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran dan kecantikan. Jamu adalah produk ramuan tunggal atau campuran dari bahan alam yang digunakan untuk pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran dan kecantikan. Penggunaan jamu dimulai sejak zaman pra-sejarah, bukti sejarah yang mendukung asal usul jamu di Indonesia dapat ditelusuri melalui penemuan peralatan batu dari zaman Mesolithikum dan Neolithikum berupa lumping yang telah digunakan oleh nenek moyang untuk memperoses makanan dan jamu.
Data artefaktual di bidang pengobatan ditemukan pada relief Karmawipangga pada candi Borobudur, relief candi Brambang komplek candi Prambanan yang dibangun sekitar abad 8-9 Masehi, juga candi Panataran, Sukuh dan Tekalwangi. Relief pada candi Borobudur menggambarkan pembuatan jamu menggunakan pipisan untuk perawatan kesehatan dengan pemijatan dan penggunaan ramuan jamu atau Saden Saliro. Sejak abad 5 Masehi, bukti tertulis mengenai penggunaan jamu dalam pengobatan ditemukan pada naskah atau primbon. Terbukti dengan adanya prasasti candi Perot tahun 772 Masehi, Haliwangbang tahun 779 Masehi, dan Kadadu tahun 1216 Masehi. Penggunaan jamu dan resep-resep jamu dalam pengobatan juga ditemukan pada daun lontar menggunakan bahasa jawa kuno, Sansekerta dan Bahasa Bali. Lontar yang ditulis dengan menggunakan bahasa bali yaitu: Usada atau Lontar Kesehatan pada tahun 991 - 1016 Masehi. Berbagai prasasti lainnya pada sekitar abad 13 Masehi mendukung bukti sejarah penggunaan jamu. Pada prasasti tersebut banyak memuat profesi dibidang kesehatan antara lain terdapat pada prasasti Madhawapura yangmenyebutkan profesi ACARAKI atau peracik Jamu.
Istilah jamu muncul pada zaman Jawa Baru, dimulai sekitar abad pertengahan 15-16 Masehi. Menurut pakar bahasa Jawa Kuno, jamu berasal dari singkatan dua kata, Djampi dan Oesodo. Djampi adalah bahasa Jawa Kuno yang berarti penyembuhan yang menggunakan ramuan obat-obatan atau doa doa dan ajian-ajian dan Oesodo berarti kesehatan. Kata Djampi kenal sebagai bahasa jawa Kromo Inggil yang digunakan oleh Priyayi Jawa. Sedangkan istilah yang digunakan oleh masyarakat umum (Bahasa Jawa Madyo) untuk pengobatan adalah jamu yang diperkenalkan oleh dukun atau tabib, ahli pengobatan tradisional pada masa itu. Primbon terlengkap mengenai Djampi baru ditulis setelah zaman kerajaan Kartosuro adalah Serat Centhini yang ditulis atas perintah Kanjeng Gusti Adipati Anom Amengkunegoro III yang memerintah Surakarta pada tahun 1820-1823 Masehi dan Serat KaoroBap Djampi-Djampi atau tulisan pengetahuan tentang jamu Jawa yang dituis pada tahun 1858 Masehi memuat sebanyak 1734 ramuan Djampi. Catatan yang sudah menggunakan istilah jamu ditemukan pada Serat Parimbon Djampi Ingkang Sampoen Kangge Ing Salami-laminipoen tahun 1875 Masehi dan buku RESEP. Berbagai karya tulis tentang tanaman di Nusantara yang berkhasiat obat, pencegahan penyakit serta pengobatan yang pada berbagai etnis di Indonesia berperan cukup besar dalam perkembangan pengetahuan tentang jamu di Indonesia.
Produksi jamu gendong diawali pada abad 16 Masehi dan berkembang menjadi industri jamu skala rumah tangga yang dirintis oleh Ny. Item dan Ny. Kembar di Ambarawa, Jawa Tengah pada tahun 1825 Masehi. Di awal tahun 1900an, industri jamu semakin berkembang seiring dengan trend “Back To Nature” yang melanda pasar di dunia. Berkat industri-industri ini, jamu yang dulunya hanya digunakan oleh kalangan terbatas, kini dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Jamu menjadi mudah diperoleh di seluruh pelosok negeri, bahkan sampai di ekspor ke mancanegara. Penggunaan jamu menjadi sangat khas, yaitu sebagai pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, pengobatan penyakit, pemulihan kesehatan, kebugaran, relaksasi dan kecantikan. Saat ini diperkirakan 80% penduduk Indonesia menggunakan jamu. Produk jamu kini telah diproses secara modern dengan menggunakan teknologi terbaru, baik dalam pengolahan, pengemasan dan pengujian secara klinis yang lebih terjamin. Standardisasi bahan baku, pengujian keamanan dan khasiat telah banyak dilakukan dan sistem produksi telah mengacu kepada cara pembuatan obat yang baik.
Produk jamu dikelompokkan menjadi; jamu tradisional, jamu terstandar dan jamu fitofarmaka. Sampai saat ini jumlah industri jamu yang tergabung dalam GP Jamu sebanyak 1166 industri,yang menyerap tenaga kerja kurang lebih 3 juta orang dengan perkiraan omzet pada tahun 2008 sebesar 7,2 trilyun rupiah atau naik 20% dari tahun 2007. Bertitik tolak dari bukti sejarah di atas dan eratnya penggunaan ramuan bahan alam dalam kehidupan sehari-hari, jamu sudah menjadi bagian dari budaya masyarakat Indonesia. Sehingga jamu telah menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Jamu adalah Brand Indonesia. Pada relief candi Borobudur sekitar tahun 800 – 900 Masehi, juga menggambarkan adanya kegiatan membuat jamu. Konon, pada zaman dahulu kala para selir raja yang jumlahnya bisa mencapai 40 orang. Saling berlomba mempelajari ilmu meracik jamu. Semakin bervariasi dan tinggi ilmu yang dimilikinya terutama untuk urusan area ’V’. Maka kemungkinan untuk ‘didatangi’ sang raja akan semakin sering. Hingga semakin berkembanglah metode dan racikan jamu untuk menyenangkan kaum lelaki, bahkan akhir-akhir ini tampak semakin menjamur salon V spa untuk ratus vagina yang memakai bahan dasar ramuan tradisional jamu Indonesia.

batik made in indonesia! (sejarah)

Seni dan Budaya - Sejarah pembatikan di Indonesia berkait erat dengan perkembangan kerajaan Majapahit dan penyebaran ajaran Islam di Tanah Jawa. Dalam beberapa catatan, pengembangan batik banyak dilakukan pada masa-masa kerajaan Mataram, kemudian pada masa kerjaan Solo dan Yogyakarta.

     Jadi kesenian batik ini di Indonesia telah dikenal sejak zaman kerjaan Majapahit dan terus berkembang kepada kerajaan dan raja-raja berikutnya. Adapun mulai meluasnya kesenian batik ini menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad ke-XVIII atau awal abad ke-XIX. Batik yang dihasilkan ialah semuanya batik tulis sampai awal abad ke-XX dan batik cap dikenal baru setelah perang dunia kesatu habis atau sekitar tahun 1920. Adapun kaitan dengan penyebaran ajaran Islam. Banyak daerah-daerah pusat perbatikan di Jawa adalah daerah-daerah santri dan kemudian Batik menjadi alat perjaungan ekonomi oleh tokoh-tokoh pedangan Muslim melawan perekonomian Belanda.

     Kesenian batik adalah kesenian gambar di atas kain untuk pakaian yang menjadi salah satu kebudayaan keluaga raja-raja Indonesia zaman dulu. Awalnya batik dikerjakan hanya terbatas dalam kraton saja dan hasilnya untuk pakaian raja dan keluarga serta para pengikutnya. Oleh karena banyak dari pengikut raja yang tinggal diluar kraton, maka kesenian batik ini dibawa oleh mereka keluar kraton dan dikerjakan ditempatnya masing-masing.

     Lama-lama kesenian batik ini ditiru oleh rakyat terdekat dan selanjutnya meluas menjadi pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga kraton, kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari, baik wanita maupun pria. Bahan kain putih yang dipergunakan waktu itu adalah hasil tenunan sendiri.

     Sedang bahan-bahan pewarna yang dipakai tediri dari tumbuh-tumbuhan asli Indonesia yang dibuat sendiri antara lain dari: pohon mengkudu, tinggi, soga, nila, dan bahan sodanya dibuat dari soda abu, serta garamnya dibuat dari tanahlumpur.

     Jaman MajapahitBatik yang telah menjadi kebudayaan di kerajaan Majahit, pat ditelusuri di daerah Mojokerto dan Tulung Agung. Mojoketo adalah daerah yang erat hubungannya dengan kerajaan Majapahit semasa dahulu dan asal nama Majokerto ada hubungannya dengan Majapahit. Kaitannya dengan perkembangan batik asal Majapahit berkembang di Tulung Agung adalah riwayat perkembangan pembatikan didaerah ini, dapat digali dari peninggalan di zaman kerajaan Majapahit. Pada waktu itu daerah Tulungagung yang sebagian terdiri dari rawa-rawa dalam sejarah terkenal dengan nama daerah Bonorowo, yang pada saat bekembangnya Majapahit daerah itu dikuasai oleh seorang yang benama Adipati Kalang, dan tidak mau tunduk kepada kerajaan Majapahit.

     Diceritakan bahwa dalam aksi polisionil yang dilancarkan oleh Majapahati, Adipati Kalang tewas dalam pertempuran yang konon dikabarkan disekitar desa yang sekarang bernama Kalangbret. Demikianlah maka petugas-petugas tentara dan keluara kerajaan Majapahit yang menetap dan tinggal diwilayah Bonorowo atau yang sekarang bernama Tulungagung antara lain juga membawa kesenian membuat batik asli.

Hayo.. jangan biarkan Sejarah dan seni kita di ambil orang... heeeee"

awal mula helm dan helm motor

Sejarah kemunculan helm telah ada sejak zaman Yunani kuno. Pada zaman ini helm merupakan bagian dari teknologi perang yaitu sebagai pelengkap dari baju zirah/baju besi. Melihat peranannya yang cukup penting untuk melindungi kepala penggunanya dari ancaman senjata-senjata musuh maka helm terus berkembang luas.
Helm dianggap sebagai pelindung paling efektif bagi kepala dari tebasan senjata lawan, lesatan anak panah, atau bahkan bidikan peluru berkecepatan rendah (dari senapan awal seperti arquebus). Alhasil hingga zaman romawi klasik, abad pertengahan sampai akhir abad 17, keberadaan helm sebagai perlengkapan pakaian perang ini terus berkembang secara luas, baik di Eropa bahkan sampai ke Jepang.
Sayangnya perkembangan senjata api sangatlah cepat. Dengan kemampuan ilmu pengetahuan manusia yang menakjubkan, maka kecepatan peluru pun semakin tinggi. Akibatnya sejak tahun 1670 penggunaan helm mulai menurun karena dianggap tidak efektif lagi untuk melindungi penggunanya. Sampai akhirnya pada abad 18, para infantri tidak ada lagi yang mengenakan helm sama sekali.
Namun ternyata riwayat helm tidak berakhir sampai di situ saja. Meski kecepatan peluru sudah tak terukur lagi, ternyata akhirnya banyak kalangan yang tetap memandang keberadaan helm sebagai pelindung yang efektif. Hal itu berdasarkan pemikiran bahwa semua tergantung dari teknologinya dan kualitas bahan yang digunakan. Akhirnya pada era Napoleon, penggunaan helm kembali dikukuhkan bagi prajurit kavaleri.
Nah, pada maraknya penggunaan artileri berat pada perang dunia I, helm telah mampu menunjukkan fungsinya dalam mengurangi korban akibat serpihan bom atau schrapnel. Pembuktian ini menjadikan helm kembali marak digunakan oleh militer sepanjang waktu kemudian.
Sejak pecahnya perang dunia kedua hingga sekarang ini pun helm masih diwajibkan sebagai peralatan standar bagi prajurit. Sejalan dengan berkembangnya waktu dan teknologi manusia, helm terus berevolusi. Dari sisi aktivitas helm tak lagi hanya dibutuhkan untuk perang, tapi juga dikenakan untuk aktivitas- aktivitas sipil seperti olahraga, pertambangan, berkendara atau kegiatan beresiko lainnya. Dari sisi bahan, bentuk, teknologi dan modelnya, helm juga terus berubah. Sekarang ini helm banyak dibuat dari bahan yang lebih bervariasi selain besi yaitu metal atau bahan keras lainnya seperti kevlar, serat resin, atau bahkan plastik yang kuat.

HELM MOTOR
Helm untuk pengendara motor sekarang sudah lazim digunakan. Bahkan bukan hanya lazim, tapi merupakan keharusan karena sudah ada Undang-undangnya dan beberapa negara berkembang dan maju telah menerapkannya. Karena Helm motor sangat bermanfaat untuk melindungi kepala para biker (terutama organ Otak) dalam mengurangi dampak kecelakaan.
Menurut website Wikipedia.org, Helm Motor bermula karena kecelakaan seseorang dari sepeda motor. Seorang yang bernama T.E. Lawrence atau terkenal dengan nama Lawrance of Arabia) mendapat kecelakaan saat sedang mengendarai motor jaman jadul (alias kuno) Brough Superior SS100.
Kecelakaan terjadi karena jalan yang landai/ menukik menghalangi pandangannya terhadap dua orang bocah yang sedang mengendarai sepeda. Dengan refleknya dia banting setir motor untuk menghindari anak-anak itu. Namun, dia kehilangan kendali dan terlempar dari pegangan setir motor. Dia tidak menggunakan helm sehingga mendapatkan luka bagian kepala yang sangat serius sehingga membuat dia dalam keadaan koma. Setelah 6 hari di Rumah Sakit, Lawrence meninggal dunia.
Salah satu dokter bedah saraf (neurosurgeon) yang menangani Lawrence bernama Huge Cairns, semenjak itu mulai melakukan penelitian terhadap pengendara-pengendara motor (biker) yang kehilangan nyawa karena luka kepala akibat kecelakaan motor. Sejak saat itu, penelitian Dokter Cairns memicu penggunaan Helm untuk Militer dan Warga Sipil.

History of Underwear

Kumpulan Sejarah - Orang-orang Mesir kuno kadang-kadang memakai cawat. Bangsa Romawi juga mengenakan pakaian. Baik pria Romawi dan wanita mengenakan cawat atau celana pendek disebut subligaculum. Perempuan juga memakai pita kain atau kulit sekitar dada mereka disebut stophium sebuah. Selama celana pendek linen kata Abad Pertengahan laki-laki disebut braies tetapi wanita tidak memakai celana sampai abad ke-19. hanya pakaian mereka adalah pakaian linen panjang disebut pergeseran, yang mereka memakai di bawah pakaian mereka. Dari abad ke-16 wanita memakai korset dibuat dengan whalebone.

Cawat adalah bentuk yang paling sederhana pakaian dalam, melainkan mungkin Pakaian pertama kali dipakai oleh manusia. cawat mungkin memakan waktu tiga bentuk utama. Yang pertama, dan sederhana, hanyalah sebuah strip panjang bahan yang dilewatkan antara kaki dan kemudian sekitar pinggang. The Hawaii kuno malo formulir ini, seperti juga beberapa gaya fundoshi Jepang.

Pada cuaca panas, cawat mungkin pakaian yang hanya dikenakan (sehingga secara efektif tidak Pakaian an), seperti yang diragukan asal usulnya, tetapi pada suhu dingin, cawat sering membentuk dasar seseorang pakaian dan ditutupi oleh pakaian lainnya. Dalam peradaban yang paling kuno, ini adalah Pakaian hanya tersedia (Raja Tutankhamun dimakamkan dengan 145 dari mereka)

Pria yang dikatakan memiliki cawat dikenakan di Yunani kuno dan Roma, meskipun tidak jelas apakah wanita Yunani memakai pakaian. Mosaik periode Romawi menunjukkan wanita Romawi (terutama dalam konteks atletik, sementara tidak ada yang memakai lagi) kadang-kadang memakai breastcloths dibungkus atau bra yang terbuat dari kulit yang lembut, bersama dengan cawat dan mungkin sesuatu seperti celana dalam.

Wanita Yunani memakai empat persegi panjang kain wol dilipat dan ditempelkan bersama-sama dengan lubang untuk lengan dan kepala. Semua itu diikat menjadi satu di pinggang.

Garmen ini disebut peplos. Menjelang akhir abad ke-5 beberapa wanita Yunani mulai memakai tunik linen panjang yang disebut sebagai chiton. Perempuan juga mengenakan jubah disebut himations. Mosaik periode Romawi menunjukkan wanita Romawi (terutama dalam cabang olah raga atletik, selain itu tidak ada yang memakai celana dalam) kadang-kadang memakai breastcloths dibungkus atau bra yang terbuat dari kulit yang lembut, bersama dengan cawat dan mungkin sesuatu seperti celana dalam.

Wanita mengenakan gaun panjang yang disebut stola (jubah), mereka juga mengenakan selendang panjang yang disebut Palla (jubah atau cadar), serta pita yang terbuat dari kain atau kulit disekitar dada mereka yang disebut stophium (korset). Dari abad ke-16 wanita telah memakai korset yang dibuat dengan whalebone (tulang insang ikan paus) korset digunakan agar bentuk tubuh pemakainya menjadi terlihat lebih ramping. Untuk wanita ini biasanya menekankan sosok melengkung, dengan mengurangi pinggang, dan dengan demikian membuat payudara dan pinggul menjadi nampak lebih sempurna.

wali songo



Walisongo atau Walisanga dikenal sebagai penyebar agama Islam di tanah Jawa pada abad ke 14. Mereka tinggal di tiga wilayah penting pantai utara Pulau Jawa, yaitu Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, dan Cirebon di Jawa Barat.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia, khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat para Walisongo ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.

Ada beberapa pendapat mengenai arti Walisongo. Pertama adalah wali yang sembilan, yang menandakan jumlah wali yang ada sembilan, atau sanga dalam bahasa Jawa. Pendapat lain menyebutkan bahwa kata songo/sanga berasal dari kata tsana yang dalam bahasa Arab berarti mulia. Pendapat lainnya lagi menyebut kata sana berasal dari bahasa Jawa, yang berarti tempat.
Pendapat lain yang mengatakan bahwa Walisongo adalah sebuah majelis dakwah yang pertama kali didirikan oleh Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim) pada tahun 1404 Masehi (808 Hijriah).[1] Para Walisongo adalah pembaharu masyarakat pada masanya. Pengaruh mereka terasakan dalam beragam bentuk manifestasi peradaban baru masyarakat Jawa, mulai dari kesehatan, bercocok-tanam, perniagaan, kebudayaan, kesenian, kemasyarakatan, hingga ke pemerintahan.

Sejarah Sepeda



Nenek moyang sepeda diperkirakan berasal dari Perancis. Menurut kabar sejarah, negeri itu sudah sejak awal abad ke-18 mengenal alat transportasi roda dua yang dinamai velocipede. Bertahun-tahun, velocipede menjadi satu-satunya istilah yang merujuk hasil rancang bangun kendaraan dua roda.
Yang pasti, konstruksinya belum mengenal besi. Modelnya pun masih sangat "primitif". Ada yang bilang tanpa pedal tongkat itu (tatocipede) bisa bergerak tapi bagaimana? Rick Boneshaker akan menjawabnya. Katanya "Oh,ini jawabannya. Dua orang harus memutar engkol di sisi kanan dan kiri sepeda "primitif" tersebut dengan pedoman kecepatan mendekati 109 km/jam. Setelah itu, tatocipede akan bergerak sesuai kecepatan engkol berputar dengan urutan sebagai berikut: kiri,kanan,berputar,atas,depan,bawah,belakang,barat laut. Tidak sulit kan?"
Adalah seorang Jerman bernama Baron Karls Drais von Sauerbronn yang pantas dicatat sebagai salah seorang penyempurna velocipede. Tahun 1818, von Sauerbronn membuat alat transportasi roda dua untuk menunjang efisiensi kerjanya. Sebagai kepala pengawas hutan Baden, ia memang butuh sarana transportasi bermobilitas tinggi. Tapi, model yang dikembangkan tampaknya masih mendua, antara sepeda dan kereta kuda. Sehingga masyarakat menjuluki ciptaan sang Baron sebagai dandy horse.
Baru pada 1839, Kirkpatrick MacMillan, pandai besi kelahiran Skotlandia, membuatkan pedal khusus untuk sepeda. Tentu bukan mesin seperti yang dimiliki sepeda motor, tapi lebih mirip pendorong yang diaktifkan engkol, lewat gerakan turun-naik kaki mengayuh pedal. MacMillan pun sudah "berani" menghubungkan engkol tadi dengan tongkat kemudi (setang sederhana).
Sedangkan ensiklopedia Britannica.com mencatat upaya penyempurnaan penemu Perancis, Ernest Michaux pada 1855, dengan membuat pemberat engkol, hingga laju sepeda lebih stabil. Makin sempurna setelah orang Perancis lainnya, Pierre Lallement (1865) memperkuat roda dengan menambahkan lingkaran besi di sekelilingnya (sekarang dikenal sebagai pelek atau velg). Lallement juga yang memperkenalkan sepeda dengan roda depan lebih besar daripada roda belakang.
Namun kemajuan paling signifikan terjadi saat teknologi pembuatan baja berlubang ditemukan, menyusul kian bagusnya teknik penyambungan besi, serta penemuan karet sebagai bahan baku ban. Namun, faktor safety dan kenyamanan tetap belum terpecahkan. Karena teknologi suspensi (per dan sebagainya) belum ditemukan, goyangan dan guncangan sering membuat penunggangnya sakit pinggang. Setengah bercanda, masyarakat menjuluki sepeda Lallement sebagai boneshaker (penggoyang tulang).
Sehingga tidak heran jika di era 1880-an, sepeda tiga roda yang dianggap lebih aman buat wanita dan laki-laki yang kakinya terlalu pendek untuk mengayuh sepeda konvensional menjadi begitu populer. Trend sepeda roda dua kembali mendunia setelah berdirinya pabrik sepeda pertama di Coventry, Inggris pada 1885. Pabrik yang didirikan James Starley ini makin menemukan momentum setelah tahun 1888 John Dunlop menemukan teknologi ban angin. Laju sepeda pun tak lagi berguncang.
Penemuan lainnya, seperti rem, perbandingan gigi yang bisa diganti-ganti, rantai, setang yang bisa digerakkan, dan masih banyak lagi makin menambah daya tarik sepeda. Sejak itu, berjuta-juta orang mulai menjadikan sepeda sebagai alat transportasi, dengan Amerika dan Eropa sebagai pionirnya. Meski lambat laun, perannya mulai disingkirkan mobil dan sepeda motor, sepeda tetap punya pemerhati. Bahkan penggemarnya dikenal sangat fanatik.

TVRI (Televisi Republik Indonesia)

Televisi Republik Indonesia (TVRI) adalah stasiun televisi pertama di Indonesia, yang mengudara pada tanggal 24 Agustus 1962. Siaran perdananya menayangkan Upacara Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-17 dari Istana Negara Jakarta. Siarannya ini masih berupa hitam putih. TVRI kemudian meliput Asian Games yang diselenggarakan di Jakarta.
Dahulu TVRI pernah menayangkan iklan dalam satu tayangan khusus yang dengan judul acara Mana Suka Siaran Niaga (sehari dua kali). Sejak April tahun 1981 hingga akhir 90-an TVRI tidak diperbolehkan menayangkan iklan, dan akhirnya TVRI kembali menayangkan iklan. Status TVRI saat ini adalah Lembaga Penyiaran Publik. Sebagian biaya operasional TVRI masih ditanggung oleh negara.
TVRI memonopoli siaran televisi di Indonesia sebelum tahun 1989 ketika didirikan televisi swasta pertama RCTI di Jakarta, dan SCTV pada tahun 1990 di Surabaya.




TVRI pada Era Orde Baru
Tahun 1974, TVRI diubah menjadi salah satu bagian dari organisasi dan tatakerja Departemen Penerangan, yang diberi status Direktorat, langsung bertanggung-jawab pada Direktur Jendral Radio, TV, dan Film, Departemen Penerangan Republik Indonesia.
Sebagai alat komunikasi Pemerintah, tugas TVRI adalah menyampaikan informasi tentang kebijakan Pemerintah kepada rakyat dan pada waktu yang bersamaan menciptakan two-way traffic (lalu lintas dua jalur) dari rakyat untuk pemerintah selama tidak mendiskreditkan usaha-usaha Pemerintah.
Pada garis besarnya tujuan kebijakan Pemerintah dan program-programnya adalah untuk membangun bangsa dan negara Indonesia yang modern dengan masyarakat yang aman, adil, tertib dan sejahtera, yang bertujuan supaya tiap warga Indonesia mengenyam kesejahteraan lahiriah dan mental spiritual. Semua kebijaksanaan Pemerintah beserta programnya harus dapat diterjemahkan melalui siaran-siaran dari studio-studio TVRI yang berkedudukan di ibukota maupun daerah dengan cepat, tepat dan baik.
Semua pelaksanaan TVRI baik di ibu kota maupun di Daerah harus meletakkan tekanan kerjanya kepada integrasi, supaya TVRI menjadi suatu well-integrated mass media (media massa yang terintegrasikan dengan baik) Pemerintah.
Tahun 1975, dikeluarkan SK Menpen No. 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975, TVRI memiliki status ganda yaitu selain sebagai Yayasan Televisi RI juga sebagai Direktorat Televisi, sedang manajemen yang diterapkan yaitu manajemen perkantoran/birokrasi.
TVRI pada Era Reformasi
Bulan Juni 2000, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 36 tahun 2000 tentang perubahan status TVRI menjadi Perusahaan Jawatan (Perjan), yang secara kelembagaan berada di bawah pembinaan dan bertanggung jawab kepada Departemen Keuangan RI.
Bulan Oktober 2001, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 64 tahun 2001 tentang pembinaan Perjan TVRI di bawah kantor Menteri Negara BUMN untuk urusan organisasi dan Departemen Keuangan RI untuk urusan keuangan.
Tanggal 17 April 2002, diterbitkan Peraturan Pemerintah No. 9 tahun 2002, status TVRI diubah menjadi Perseroan Terbatas (PT) TVRI di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan Kementerian Negara BUMN.
Selanjutnya melalui Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 tahun 2002 tentang Penyiaran, TVRI ditetapkan sebagai Lembaga Penyiaran Publik yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara. Semangat yang mendasari lahirnya TVRI sebagai Lembaga Penyiaran Publik adalah untuk melayani informasi untuk kepentingan publik, bersifat netral, mandiri dan tidak komersial. Peraturan Pemerintah Nomor 13 tahun 2005 menetapkan bahwa tugas TVRI adalah memberikan pelayanan informasi, pendidikan dan hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Televisi Republik Indonesia (TVRI) merupakan stasiun televisi tertua di Indonesia dan satu-satunya televisi yang jangkauannya mencapai seluruh wilayah Indonesia dengan jumlah penonton sekitar 82 persen penduduk Indonesia. Saat ini TVRI memiliki 27 stasiun Daerah dan 1 Stasiun Pusat dengan didukung oleh 376 satuan transmisi yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Ke 27 TVRI Stasiun Daerah tersebut adalah:
  1. TVRI Stasiun DKI Jakarta
  2. TVRI Stasiun Nangroe Aceh Darussalam
  3. TVRI Stasiun Sumatera Utara
  4. TVRI Stasiun Sumatera Selatan
  5. TVRI Stasiun Jawa Barat dan Banten
  6. TVRI Stasiun Jawa Tengah
  7. TVRI Stasiun Jogyakarta
  8. TVRI Stasiun Jawa Timur
  9. TVRI Stasiun Bali
  10. TVRI Stasiun Sulawesi Selatan
  11. TVRI Stasiun Kalimantan Timur
  12. TVRI Stasiun Sumatera Barat
  13. TVRI Stasiun Jambi
  14. TVRI Stasiun Riau dan Kepulauan Riau
  15. TVRI Stasiun Kalimantan Barat
  16. TVRI Stasiun Kalimantan Selatan
  17. TVRI Stasiun Kalimantan Tengah
  18. TVRI Stasiun Papua
  19. TVRI Stasiun Bengkulu
  20. TVRI Stasiun Lampung
  21. TVRI Stasiun Maluku dan Maluku Utara
  22. TVRI Stasiun Nusa Tenggara Timur
  23. TVRI Stasiun Nusa Tenggara Barat
  24. TVRI Stasiun Gorontalo
  25. TVRI Stasiun Sulawesi Utara
  26. TVRI Stasiun Sulawesi Tengah
  27. TVRI Stasiun Sulawesi Tenggara
Karyawan TVRI pada Tahun Anggaran 2007 berjumlah 6.099 orang, terdiri atas 5.085 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan 1.014 orang Tenaga Honor/Kontrak yang tersebar di seluruh Indonesia dan sekitar 1.600 orang di antaranya adalah karyawan Kantor Pusat dan TVRI Stasiun Pusat Jakarta.
TVRI bersiaran dengan menggunakan dua sistem yaitu VHF dan UHF, setelah selesainya dibangun stasiun pemancar Gunung Tela Bogor pada 18 Mei 2002 dengan kekuatan 80 Kw. Kota-kota yang telah menggunakan UHF yaitu Jakarta, Bandung dan Medan, selain beberapa kota kecil seperti di Kalimantan dan Jawa Timur.
TVRI Pusat Jakarta setiap hari melakukan siaran selama 19 jam, mulai pukul 05.00 WIB hingga 24.00 WIB dengan substansi acara bersifat informatif, edukatif dan entertain.
TVRI dewasa ini
Dengan perubahan status TVRI dari Perusahaan Jawatan ke TV Publik sesuai dengan undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran, maka TVRI diberi masa transisi selama 3 tahun dengan mengacu Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2002 di mana disebutkan TVRI berbentuk PERSERO atau PT.
Melalui PERSERO ini Pemerintah mengharapkan Direksi TVRI dapat melakukan pembenahan-pembenahan baik di bidang Manajemen, Struktur Organisasi, SDM dan Keuangan. Sehubungan dengan itu Direksi TVRI tengah melakukan konsolidasi, melalui restrukturisasi, pembenahan di bidang Marketing dan Programing, mengingat sikap mental karyawan dan hampir semua acara TVRI masih mengacu pada status Perjan yang kurang memiliki nilai jual.
Khusus mengenai karyawan, Direksi TVRI melalui restrukturisasi akan diketahui jumlah sumber daya manusia yang dibutuhkan, berdasarkan kemampuan masing-masing individu karyawan untuk mengisi fungsi-fungsi yang ada dalam struktur organisasi sesuai dengan keahlian dan profesi masing-masing, dengan kualifikasi yang jelas.
Melalui restrukturisasi tersebut akan diketahui apakah untuk mengisi fungsi tersebut di atas dapat diketahui, dan apakah perlu dicari tenaga profesional dari luar atau dapat memanfaatkan sumberdaya TVRI yang tersedia.
Dalam bentuk PERSERO selama masa transisi ini, TVRI benar-benar diuji untuk belajar mandiri dengan menggali dana dari berbagai sumber antara lain dalam bentuk kerjasama dengan pihak luar baik swasta maupun sesama BUMN serta meningkatkan profesionalisme karyawan.
Dengan adanya masa transisi selama 3 tahun ini, diharapkan TVRI akan dapat memenuhi kriteria yang disyaratkan oleh undang-undang penyiaran yaitu sebagai TV publik dengan sasaran khalayak yang jelas.
Bertepatan dengan peringatan hari kebangkitan nasional tanggal 20 Mei 2003 yang lalu, TVRI mengoperasikan kembali seluruh pemancar stasiun relay TVRI sebanyak 376 buah, yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sebagai stasiun televisi pertama di negeri ini, TVRI telah melalui perjalanan panjang dan mempunyai peran strategis dalam perjuangan dan perjalanan kehidupan bangsa. Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002 tentang penyiaran, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-44 (24 Agustus 2006), TVRI resmi menjadi Lembaga Penyiaran Publik.